Huffftt... Rasanya sudah lama saya tidak bertandang ke blog ini untuk sekedar menuliskan sedikit catatan yang mungkin kiranya tidak berarti, kejarangan dan keengganan saya untuk menulis disinyalir akibat ketidakkonsistenan saya dlm berkontribusi mewarnai dunia tulis menulis di dunia maya ini.
Dewasa ini memang banyak sekali bentuk ketidakkonsistenan dlm hidup, tdk hanya soal menulis tentunya. Konsisten rasanya sudah menjadi barang mahal bagi homo sapiens seperti kita di zaman edan nan kacau abad ini. Namun, dalam kesempatan yg berharga ini saya akan sedikit bercerita kpda pembaca, harap kiranya ada yang berkenan dan sudi untk membaca meski walau hanya membaca judul dari post ini, kenapa? karena seperti realitas yg pembaca lihat, blog ini memang begitu menyedikan.
Oke, kita kembali ketopik semula dan melupakan curhatan saya tentang blog yg suram ini.
Cerita yg ingin saya ungkapkan kali ini ialah mengenai korupsi. Wow... dgn mmbaca korupsi itu saja kita sdah mengambil kesimpulan bahwa korupsi bukanlah tg dpt dibenarkan. Sudah bukan rahasia lagi kalau negara kita ini termasuk salah satu sarang koruptor paling banyak di dunia. Tidak di mana-mana, pelaku tilep-menilep yang bukan haknya sudah jadi darah daging. Di tingkat sekolah, ada. Tingkat RT, banyak. Tingkat, negara? Wah, itu mah sudah jagonya.
Lantas apa sih definisi korupsi itu sendiri?
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
- perbuatan melawan hukum;
- penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
- memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
- merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
- memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
- penggelapan dalam jabatan;
- pemerasan dalam jabatan;
- ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
- menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
males baca'a boss, huruffnya kecil2 bgt .... follback ...
BalasHapus