Pada bulan Februari, kita selalu
menyaksikan media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan bersibuk-ria
berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan
yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari.
Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine’s Day.
Biasanya mereka saling mengucapkan “selamat hari Valentine”, berkirim
kartu dan bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan
sayang atau cinta karena anggapan saat itu adalah “hari kasih sayang”.
Benarkah demikian?
Sejarah Valentine’s Day
The World Book Encyclopedia (1998) melukiskan banyaknya versi mengenai Valentine’s Day :
“Some trace it to an ancient Roman
festival called Lupercalia. Other experts connect the event with one or
more saints of the early Christian church. Still others link it with an
old English belief that birds choose their mates on February 14.
Valentine’s Day probably came from a combination of all three of those
sources–plus the belief that spring is a time for lovers.”
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama –nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan serigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma,
mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani,
antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor.
Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I
(Lihat: The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar
lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I
menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan
nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St Valentine yang kebetulan
mati pada 14 Februari (Lihat: The World Book Encyclopedia 1998).
The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub
judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14
Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa
Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine”
termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui
ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius
II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena
menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah
tuhan-tuhan orang Romawi. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka
persekutukan. Orang-orang yang mendambakan doa St. Valentine lalu
menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar
Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam
medan peperangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para
pemuda untuk menikah, namun St. Valentine melanggarnya dan diam-diam
menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung
pada 14 Februari 269 M (Lihat: The World Book Encyclopedia, 1998).
Kebiasaan mengirim kartu Valentine itu
sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M
ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan
hari gereja mengenang St. Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi
kepada istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris
mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (Lihat: The
Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.242 , The World Book Encyclopedia,
1998).
Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My
Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians
Observe It?” (www.korrnet.org) mengatakan kata “Valentine” berasal dari
Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha
Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang
Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta
orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan
yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan
menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut
Syirik, yang artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta’ala. Adapun
Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra
Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia
rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya
sendiri!
Saudaraku, itulah sejarah Valentine’s
Day yang sebenarnya, yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme
orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan
tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga
menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat?
Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya?
Bila demikian, sangat disayangkan banyak
teman-teman kita -remaja putra-putri Islam- yang terkena penyakit
ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain. Padahal
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta
pertangggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’ : 36).
Hukum Merayakan Hari Valentine Menurut Islam
Keinginan untuk ikut-ikutan memang ada
dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut menjadi tercela dalam Islam
apabila orang yang diikuti berbeda dengan kita dari sisi keyakinan dan
pemikirannya. Apalagi bila mengikuti dalam perkara akidah, ibadah,
syi’ar dan kebiasaan. Padahal Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam telah
melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam: “Barang
siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR.
At-Tirmidzi).
Bila dalam merayakannya bermaksud untuk
mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah
kafir. Adapun bila ia tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan
suatu kemungkaran yang besar. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah
berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi
mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal
memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan,
“Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun
tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan
haram. Karena berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka
yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya
di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas
perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti
agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya
perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain
atas perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan
diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.”
Abu Waqid Radhiallaahu anhu
meriwayatkan: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam saat keluar menuju
perang Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik,
yang disebut dengan Dzaatu Anwaath, biasanya mereka menggantungkan
senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Para sahabat Rasulullah
berkata, “Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath,
sebagaimana mereka mempunyai Dzaatu Anwaath.” Maka Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Maha Suci Allah, ini seperti
yang diucapkan kaum Nabi Musa, ‘Buatkan untuk kami tuhan sebagaimana
mereka mempunyai tuhan-tuhan.’ Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya,
sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang yang ada sebelum
kalian.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah ketika
ditanya tentang Valentine’s Day mengatakan : “Merayakan hari Valentine
itu tidak boleh, karena:
Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam.
Kedua: ia dapat
menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang
sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) –
semoga Allah meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari
raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling
tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga
dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan
ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah
(ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi
kita semua dengan bimbingan-Nya.”
Maka adalah wajib bagi setiap orang yang
mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’
(loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang
merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu
mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan
diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.
Di antara dampak buruk menyerupai mereka
adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah
nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka
berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama
mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka’at shalatnya membaca,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang
dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah :
6-7).
Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah
agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan
darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri
malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela. Lain dari itu,
mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka
senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati.
Allah Subhannahu wa Ta’ala telah
berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu);
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa
di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah : 51).
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum
yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang
dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (QS.
Al-Mujadilah : 22).
Ada seorang gadis mengatakan, bahwa ia
tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut
secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang
yang memperingatinya.
Saudaraku! Ini adalah suatu kelalaian,
padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah
yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun
bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi
Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup
mereka.
Mengadakan pesta pada hari tersebut
bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian
nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan
antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial
mereka menjadi porak-poranda.
Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti
yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita tidak perlu meniru
dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang
ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan ketulusan
dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah,
saudara, suami …sal lain sebagainya, tapi hal itu tidak kita lakukan
khusus pada saat yang dirayakan oleh orang-orang kafir.
Semoga Allah Subhannahu wa Ta’ala
senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang
yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang
hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang
bertakwa.
Menyampaikan Kebenaran adalah kewajiban
setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah adalah dengan
menyampaikan buletin ini kepada saudara-saudara kita yang belum
mengetahuinya.
Kasih Sayang dalam Islam
Firman Allah SWT: “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
wanita, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
saling mengenal. Sesungguhnya orang mulia diantara kamu disisi Allah
adalah orang yang paing bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
Lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat :13).
Sebenarnya dalam Islam tidak mengenal
Hari Kasih Sayang, kasih sayang dalam Islam terhadap sesama tidaklah
terbatas dengan waktu dan dimanapun berada, baik untuk keluarga,
kerabat, dan sahabat yang semuanya masih dalam koridor-koridor agama
Islam itu sendiri. Nabi SAW bersabda : “Tidaklah beriman seseorang
diantara kamu, hingga kamu mencintai saudaramu seperti kamu mencintai
dirimu sendiri.” (HR. Bukhari).
Islam sangat melarang keras untuk saling
membenci dan bermusuhan, namun sangat menjunjung tinggi akan arti kasih
sayang terhadap umat manusia. Rasulullah SAW bersabda : “Janganlah kamu
saling membenci, berdengki-dengkian, saling berpalingan, dan jadilah
kamu sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Juga tidak dibolehkan
seorang muslim meninggalkan (tidak bertegur sapa) terhadap sudaranya
lewat tiga hari.” (HR. Muslim).
Disini jelas bahwa kita dianjurkan
sekali untuk saling menjaga dan menghargai antar sesama sebagai tanda
kasih sayang yang mesti dihormati. Hal ini untuk menghindari berbagai
keburukan serta dapat mengenal antar sesama untuk memperkuat dan menjaga
tali persaudaraan. Dalam hadits Nabi SAW: “Perumpamaan orang-orang
Mukmin dalam hal kecintaan, kasih-sayang dan belas kasihan sesama
mereka, laksana satu tubuh. Apabila sakit satu anggota dari tubuh
tersebut maka akan menjalarlah kesakitan itu pada semua anggota tubuh
itu dengan menimbulkan insomnia (tidak bisa tidur) dan demam (panas
dingin).” (HR. Muslim).
Bahkan dalam hadits lain yang
diriwayatkan oleh Baihaqi melalui Anas ra. Nabi bersabda : “Tidak akan
masuk surga kecuali orang yang penyayang”, jadi jelas bahwa yang masuk
surga itu hanyalah orang-orang yang mempunyai rasa kasih sayang yang
tanpa dibarengi dengan niat-niat jelek.
Dengan datangnya Valentine’s Day
dikhawatirkan bagi kaum muda-mudi yang tidak mengerti akan mampu
terjerumus dalam hal-hal negatif dengan mentafsirkan kasih sayang di
hari yang special ini. Firman Allah SWT: “Dan janganlah kamu mendekati
zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu
jalan yang buruk.” (QS. al-Israa’ : 32), yakni perbuatan yang dilarang
oleh agama baik secara terang-terangan maupun yang tersembunyi. Oleh
karena itu kita mesti sadar apa arti yang sesungguhnya sebuah kasih
sayang.
Selain itu pula dijelaskan dalam perkara
mencintai seseorang tidaklah boleh untuk berlebihan yang akan
mengakibatkan penyesalan dan sia-sia belaka. Sebagai etika untuk seorang
muslim, Rasulullah SAW bersabda : “Cintailah kekasihmu (secara)
sedang-sedang saja, siapa tahu disuatu hari dia akan menjadi musuhmu;
dan bencilah orang yang engkau benci (secara) biasa-biasa saja, siapa
tahu di suatu hari dia akan menjadi kecintaanmu.” (HR. Turmidzi).
Dan masih banyak lagi diantara hadits
Nabi SAW yang menerangkan tentang kasih sayang yang membawa kebaikan
bagi umat manusia. Dengan demikian marilah kita mencontoh budi pekerti
Nabi besar Muhammad SAW, yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits
sebagai jalan untuk kebaikan untuk di dunia dan hari kemudian. (Reference : Tim Fakta 05 Feb 2004 – Buletin Annur Online – Pekan 1 Zulhijah 1423H) (m1ta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar